Judul salah satu artikel di Koran Tempo beberapa hari yang lalu menarik untuk kita simak. Judul yang terpampang jelas berbunyi “NU : Infotainment Haram” sangat mengusik saya sebagai salah satu penonton yang (cukup) setia terhadap infotainment. Sebagai mahasiswa ilmu komunikasi yang telah 2 tahun dijejali beragam ilmu, membuat saya telah khatam dalam menilai berbagai content media, termasuk dalam menilai kualitas tayangan infotainment. Saya pun mengakui bahwa infotainment hanya berisi artis yang pacaran, artis hamil, artis cerai, konflik rumah tangga artis dan sejenisnya. Tapi toh saya tetap memindah channel TV untuk mencari-cari tayangan infotainment.
Mencermati berita infotainment memang sangat menarik. Terlebih lagi bagi wanita seperti saya yang sepertinya memang dianugerahi hasrat yang tinggi dalam bercerita ria (baca : bergosip) tentang artis idola. Namun dengan tetap berpikir kritis, saya pun perlu mengakui bahwa banyak hal yang kini perlu dibenahi dalam dunia infotainment di Indonesia, terlebih lagi jika dilihat dari sudut pandang etika. Kasus Luna Maya versus wartawan Infotainment beberapa waktu lalu menjadi contoh ter-gres bahwa etika kewartawanan nampak mulai dikesampingkan.
Dalam kasus Luna Maya misalnya, wartawan infotainment tampak tidak dapat membedakan lagi antara ruang privat dan ruang publik. Demi menyampaikan fakta kehidupan sang artis bagi publik, tak jarang wartawan infotainment menguras dalam hingga masuk ke dalam ruang privat yang sebenarnya tidak bisa diusik oleh siapapun. Belum lagi serentetan pernyataan infotainment yang sehari-hari disuguhkan kepada kita sudah sulit sekali dibedakan mana yang fakta mana yang opini. Entah karena bahasa infotainment sekarang memang melambai-lambai dengan khas jadi terkesan kuat unsur “menggosip” (sinonim dengan menggunjing), atau memang telah terjadi pencampuradukan fakta, opini, rumor, gossip, ataupun kabar burung dalam pemberitaan model ini. Jika memang benar begitu, artinya selama ini telah terjadi banyak sekali pelanggaran etika kewartawanan yang sengaja atau tidak sengaja diacuhkan. Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) saja sudah jelas-jelas memuat pasal bahwa wartawan harus menyajikan berita secara adil dan berimbang serta tidak mencampuradukan antara fakta dan opini.
Mungkin karena berangkat dari poin inilah KH. Hasyim Muzadi atas nama NU dengan lantang mengharamkan infotainment. Sebagai umat Muslim saya paham betul alasan dibalik pengharaman ini, karena memang jika ditarik dalam ranah hukum Islam, menyampaikan (atau menggunjingkan) berita yang belum tentu benar adalah dosa besar karena dapat menimbulkan fitnah. Dalam bahasa agama ini disebut Ghibah. Alasan ini logis jika memang yang dikritisi adalah masalah content. Saya pun harus setuju jika content dalam berita infotainment masih campur aduk antara yang benar dan tidak benar cenderung dapat melahirkan fitnah sehingga dikatakan haram. Tapi lagi-lagi daya tarik infotainment adalah pada gaya “bergosipnya”. Aktivitas satu ini memang mengandung berjuta kenikmatan terutama bagi sejumlah wanita yang sungguh sangat sulit untuk dihindari. Mungkin the power of gossip inilah yang menjadikan tayangan infotainment punya banyak pengikut dengan 10 juta penonton setia infotainment di Indonesia dan porsi siaran hingga 14 jam sehari. Wow..! Sayangnya, gossip tidak pernah jauh-jauh dari menggunjing dan ghibah.
Bagaimanapun, keberadaan infotainment dalam jagat media massa tetap sah. Dengan syarat, lembaga pers yang menyajikan program infotainment tetap melandaskan acaranya pada fungsi media sebagai penyalur informasi, mendidik, dan hiburan. Fatwa haram yang dikeluarkan NU dan didukung MUI itu justru menjadi pelajaran berharga bagi insan wartawan infotainment dan insan pers lain untuk berkoreksi diri agar tetap berkarya dengan menjunjung tinggi etika profesinya serta taat hukum. Setidaknya saya dan mungkin wanita-wanita lain merasa nikmat bermain-main emosi ketika mendengar kabar artis idola selingkuh, atau menikah, cerai, sakit, mendapat penghargaan, atau sekedar ganti model rambut. Setidaknya saya selalu terpukau dan kadang menjerit heboh ketika melihat Christian Sugiono dengan cemerlangnya muncul di berita infotainment. Dan setidaknya saya bisa melupakan tugas kuliah sejenak ketika mengikuti kisah drama percintaan Ariel dan Luna. Yahh..karena memang inilah infotainment. Esensi menghibur inilah yang ingin dijual kepada kita.
No comments:
Post a Comment