Saturday, April 23, 2011

The Lessons Behind the Competition

Everything happens for a reason. Saya begitu meyakini kalimat itu. Bencana alam yang bertubi-tubi menimpa negeri kita, serangan ulat bulu yang serta merta menghebohkan banyak orang, hingga persoalan pribadi yang membuat saya dipaksa untuk “dewasa” terlalu dini. Semuanya terjadi dari rangkaian sebab. Dan sudah pasti ada alasan, ada pula akibatnya.

Di dunia ini saya tidak pernah percaya kebetulan. Karena segalanya terjadi atas alasan tertentu, maka kebetulan terkadang hanya menjadi sebuah pembenaran bagi segelintir orang saja. Pun tentang nasib dalam sebuah perlombaan, misalnya. Menang kalah selalu muncul diatas alasan, bukan karena kebetulan. Yang menang bukan berarti kebetulan menang, tapi pasti karena lebih dari yang kalah. Entah lebih baik, atau lebih mujur. Mujur pun bukan pula sebuah kebetulan. Lebih mujur karena lebih banyak berdoanya, bisa saja.  

Tentang lomba, beberapa hari lalu saya dan teman-teman baru saja mengikuti tiga lomba sekaligus. Ya, kita memang penggila lomba seperti biasa (penggila hadiah lebih tepatnya!). Pertama, Lomba yang tidak cukup penting, tidak ada pengaruh signifikan bagi masa depan kami. Dan masuk CV pun saya bilang tidak layak  (mwahahahaha). Tapi lagi-lagi, hadiahnya sangat menggiurkan bagi wanita-wanita yang doyan belanja dan nyalon seperti kami. Dua yang lain adalah lomba Bisnis Plan. Sedikit lebih penting dan bermutu.



Sunsilk Conditioner Competition




Nielsen Challenge. Biarpun kalah yg penting suporter paling rame :p



National PR Contest : kalah yo ben. Sing penting udah show off pake almamater UGM

Untuk ketiganya, kami sama-sama berambisi untuk menang. Pasti. Setiap perlombaan pasti yang menang yang dicari. Untuk lomba yg tidak penting itu, bahkan kami sampai membuang urat malu jauh2, menjadi sales door to door dan rela dihujat dg cap norak, kampungan. Oke. Kami terima. Karena memang iya. hahaha.  

Waktu itu saya sampai rela menembus dingin dan hujan demi garap proposal. Teman yang lain sampai begadangan, lari-lari ke kantor pos. Semuanya demi satu tujuan yang kami kejar. MENANG!

Tapi lagi-lagi dalam setiap perlombaan kemungkinannya tidak hanya MENANG. Dan tebak saja, kami mendapati kenyataan bahwa kami KALAH. menyakitkan. Apalagi ketika sudah berekspetasi begitu tinggi di awal. Dan persoalan KALAH ini saya yakin bukanlah kebetulan. Kami kalah, dan LAYAK, karena kami mengerjakan semuanya hanya dalam hitungan jam.

Kekalahan ini saya yakini sebagai akibat dari rangkaian sebab. Yang panjang. Yang mencoba menjelaskan bahwa semua yang ingin dikejar dalam hidup itu butuh usaha. Segalanya tidak ada yang kebetulan, tapi beralasan, dan ada akibat lain yang ingin ditunjukkan dari alasan itu, hingga yang tidak kita harapkan atau tak disadari sekalipun.

Setidaknya, perlombaan ini membuat kami yang bersahabat lebih dekat. Yang tadinya lekang oleh kesibukan masing-masing menjadi bersama kembali. Setidaknya kami senang bisa berhaha hihi, bisa semalaman ngobrak abrik lemari Mirah Mahaswari dan punya foto bagus yang tidak pernah kami punya (kasian!). Kami memungut lagi kepingan otak untuk mendapati ilmu pemasaran dan promosi yang sudah bertahun-tahun kami pelajari tapi tak kunjung mengerti.

Kalah membuat kami belajar, bahwa dalam setiap usaha juga harus disertai doa. Bahwa niat besar tidak akan berarti jika minim realisasi. Kami belajar untuk mengurangi ketamakan, menyadari bahwa kami masih jauh dari sempurna. Dan yang paling sulit, berbesar hati mengakui bahwa orang lain lebih baik dari kita. There is a lesson behind the competition, always.

Selamat berjuang untuk tantangan lain, kawan! Kesempatan itu ada jika kita mau mencarinya bukan? Selamat hari ini…!


** Ini beberapa kompetisi dalam lingkup kelas yang pernah kami ikuti.



Masih ingatkah? Masa Kejayaan PSTV, Juara 2. 

trio singo dalam Negosiasi Situ Gintung, waarrrw...

Another Past Competition, dg lingkup lebih kecil. Masih cupuuu bok!



** Nyari Foto Pas Presentasi Mizone gak ketemu...padahal itu salah satu karya PALING FENOMENAL.








Friday, April 22, 2011

Kebijakan Ramah Perempuan, Sudahkah Diterapkan oleh Perusahaan?

Perempuan tidak semestinya ditempatkan pada pilihan bekerja atau menjadi ibu rumah tangga. Perempuan memiliki hak sepenuhnya untuk mampu menjalani multi peran sebagai ibu, individu, makhluk sosial, termasuk di dalamnya sebagai pekerja. Apalagi, jika secara individu perempuan memiliki kompetensi dan talenta yang setara dengan pria dalam merintis karir, kesempatan untuk bersaing dengan para pria di dunia kerja semakin terbuka lebar. Yang menjadi persoalan, terkadang multi peran pekerja perempuan yang juga bertanggung jawab sebagai seorang istri, ibu dan individu ini belum mendapatkan dukungan sepenuhnya dari perusahaan. Apakah perusahaan sudah memiliki kebijakan yang ramah bagi perempuan bekerja?



Perlu Kesadaran Bersama untuk Menerapkan Kebijakan yang Ramah Perempuan

Dilema yang seringkali melanda banyak perempuan bekerja disebabkan perempuan ingin menjalankan multi perannya secara maksimal, namun terkadang perusahaan belum mendukung para perempuan untuk leluasa bekerja. Oleh karena itu, kebijakan yang ramah perempuan perlu diterapkan oleh perusahaan. Prinsipnya mendukung perempuan bekerja agar tetap mampu mengaktualisasi diri tanpa meninggalkan perannya sebagai ibu yang juga  kalah pentingnya. Sayangnya, di Indonesia belum banyak perusahaan yang menerapkan kebijakan yang ramah bagi perempuan bekerja. Misalnya dengan menyediakan ruang penitipan anak atau ruang menyusui di tempat bekerja.

Banyak perusahaan yang belum menyadari perlunya menyediakan fasilitas yang mendukung bagi perempuan bekerja. Menurut Maria Dewantini Dwianto, Head of Corporate Communications PT Unilever Indonesia Tbk, penyediaan fasilitas seperti ruang menyusui masih dilihat perusahaan sebagai cost,bukan investasi. Padahal penerapan kebijakan yang mendukung peran dan “keistimewaan” perempuan ini merupakan modal bagi perusahaan untuk membangun loyalitas karyawan. Di sisi lain, Tara Hidayat, Deputi IV Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan menyatakan bahwa banyak perempuan bekerja yang belum menunjukkan urgensi kebutuhan kantor ramah perempuan karena adanya budaya menitipkan anak pada keluarga atau pengasuh anak. “Banyak perempuan Indonesia yang masih sangat bergantung pada keluarga, seperti menitipkan anak pada nenek, kakek, kakak, adik juga pada pengasuh anak. Berbeda dengan perempuan di luar negeri yang terlihat lebih independen”, paparnya. Sehingga perusahaan pun tidak menyadari kebutuhan untuk mengakomodasi para pekerja perempuan di kantor mereka.

Diperlukan pemahaman, baik bagi perusahaan maupun perempuan itu sendiri, bahwa perempuan, setelah menikah bukan berarti tidak lagi produktif. Perempuan tetap mampu berkarya, berkontribusi bagi perusahaan dan sebaliknya perusahaan juga berhak mendukung serta memfasilitasinya. Pada prinsipnya adalah hubungan timbal balik. Menurut Emma Aliudin, Editor in Chief Chic Magazine, perusahaan memiliki kewajiban dan tanggung jawab terhadap pekerja. Dan sebaliknya pekerja juga memiliki hak dan tanggung jawab terhadap perusahaan.  Kedua pihak ini harus memiliki komitmen untuk  menjalankan tanggung jawab masing-masing dan memberi kontribusi yang maksimal untuk mencapai tujuan bersama. “Perempuan memiliki ‘keistimewaan’ seperti haid, mengandung dan mereka mendapatkan hak tambahan untuk itu. Tapi mestinya, keistimewaan ini tidak dijadikan pembenaran atau pemakluman untuk bekerja di bawah standar yang diharapkan”, papar Emma ketika dihubungi melalui email. Meskipun secara hukum para pekerja wanita dilindungi oleh Undang-Undang, tapi bagaimanapun di dunia kerja yang dibutuhkan adalah sikap profesional, jadi keistimewaan perempuan ini juga tidak semestinya bisa dijadikan permakluman di dunia kerja.

Dengan pemahaman dan kesadaran bersama ini, maka perusahaan yang lebih akomodatif terhadap perempuan bekerja tidak akan sulit diterapkan di Indonesia. Sebaliknya, pekerja perempuan juga akan merasa memiliki tanggung jawab atas kebijakan ramah perempuan yang diterapkan kepadanya, sehingga mampu memberikan kontribusi bagi perusahaan.

Unilever, Contoh Perusahaan yang Menerapkan Kebijakan Ramah Perempuan

Meski perusahaan yang memiliki kesadaran dan menerapkan kebijakan ramah perempuan di Indonesia saat ini masih tergolong jarang, namun beberapa perusahaan multinasional di Indonesia rata-rata sudah menjalankan kebijakan ini. PT. Unilever Indonesia Tbk. adalah salah satu contoh perusahaan multinasional yang sangat memperhatikan kesejahteraan karyawannya, tidak terkecuali pekerja perempuan. Menurut Emmy Siswanto, Tim HRD PT. Unilever Tbk yang ditemui saat Sosialisasi Unilever Future Leader Program di MM UGM, 31 Maret 2011 lalu menyatakan, banyak perusahaan yang mungkin sudah merumuskan kebijakan yang ramah perempuan, namun pada kenyataannya aplikasinya tidak maksimal. Dirinya mengaku, PT. Unilever Indonesia Tbk. sangat memperhatikan fasilitas perempuan dan semua hak-hak pekerja perempuan itu sudah disepakati bersama di dalam PKB (Persetujuan Kerja Bersama).  Sebagai pekerja perempuan dan juga ibu rumah tangga, Emmy sangat diuntungkan karena tempatnya bekerja menerapkan flexy hours, sehingga para orang tua tetap diberikan kesempatan untuk meluangkan waktu bagi kepentingan keluarga. “Misalnya jika anak sakit di tengah jam kerja karyawan diperbolehkan untuk ijin, atau ketika orang tua harus mengambil rapor anak di sekolah”, paparnya. Lebih lanjut Emmy mengungkapkan, PT. Unilever Indonesia Tbk. juga menerapkan kebijakan working at home dimana setiap karyawan diperbolehkan bekerja dimana saja, termasuk bekerja dari rumah dengan difasilitasi perangkat kerja dari kantor seperti laptop, modem dan telepon genggam. Selama hari kerja yakni Senin – Jumat, karyawan juga berhak untuk memanfaatkan 1 hari untuk bekerja dari rumah.

Menurut Emmy, kebijakan yang ramah perempuan semacam ini penting diterapkan oleh perusahaan karena para perempuan ini juga berperan sebagai orang tua yang memiliki kewajiban untuk mendidik anak dan berhak mendapat dukungan dari tempatnya bekerja. Lagipula, perusahaan juga menetapkan target yang wajib dipatuhi oleh karyawannya. Jadi jika target perusahaan bisa dipenuhi dengan baik, maka karyawan pun layak mendapatkan haknya.

Hal yang sama juga turut dirasakan Astri Wahyuni, Tim HRD PT. Unilever Indonesia Tbk yang saat ini mengaku masih menyusui anaknya. Astri tidak pernah merasa khawatir ketika bekerja karena perusahaan menyediakan fasilitas baby day care dan ruang menyusui yang sangat nyaman dan dikelola oleh tenaga profesional.

Josef Josef Bataona, HR Director PT. Unilever Indonesia Tbk. mengungkapkan, Program daycare atau penitipan anak yang dilengkapi kegiatan edukasi dari sekolah Langkah Ku ini rutin diadakan setiap tahun pada masa kritis, yakni dua minggu menjelang dan sesudah Idul Fitri. Meski belum permanen, program ini dinilai Josef memberikan dampak positif bagi orangtua bekerja. Karyawan menjadi lebih loyal karena merasa diperhatikan kebutuhannya oleh perusahaan, dan juga lebih produktif karena tidak khawatir meninggalkan anak saat bekerja. Dukungan dari Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, saat meresmikan daycare pada 31 Agustus 2010 lalu, menjadi langkah pendorong untuk mewujudkan perusahaan ramah perempuan.

Untuk menerapkan kebijakan ini memang dibutuhkan biaya yang tidak sedikit. Oleh karena itu dukungan dari berbagai pihak sangat diperlukan agar kebijakan yang diterapkan PT. Unilever Indonesia Tbk. ini bisa dicontoh oleh banyak perusahaan lain. Dengan dukungan dan kesadaran, maka kebutuhan perempuan bekerja akan perusahaan yang memerhatikan perannya sebagai ibu, akan lebih tersuarakan.

Kebijakan ini perlu dipahami sebagai investasi untuk mencetak karyawan yang produktif dan loyal. Jadi karyawan tenang, perusahaan pun senang. Adil bukan? (Rahma)

Siap Berburu, Siap Dilirik



Jobfair memang seperti pasar, ramai dan penuh persaingan. Namun jangan sampai banyaknya saingan membuat nyali Anda ciut. Persiapkan untuk menjual diri Anda ke perusahaan incaran dan bersiaplah berburu dengan modal berikut ini 

UPDATE CV
Persiapkan CV terbaru Anda sebelum mengunjungi jobfair. Jika pada jobfair sebelumnya CV Anda tidak dilirik perusahaan, jangan putus asa, mungkin ada yang kurang pada CV Anda. Cari informasi mengenai penulisan CV yang baik dan buat ulang CV Anda semenarik mungkin. Ingat, seleksi administrasi, termasuk CV adalah tahap seleksi paling awal yang dapat menentukan Anda lolos atau tidak ke tahap selanjutnya. Jadi pandailah menjual dan menawarkan potensi diri Anda melalui CV.
Cetak beberapa CV dan cover letter pada kertas yang representative. Persiapkan lebih dari satu karena mungkin Anda akan membutuhkan untuk keperluan bersifat administratif. Jika jobfair yang Anda kunjungi menggunakan metode paperless, maka Anda hanya perlu menyiapkan softcopy CV dan surat lamaran dalam flashdisk. Beberapa jobfair seperti yang diselenggarakan ECC UGM sudah menggunakan sistem register online, dimana Anda harus mengupload CV di situs jobfair terlebih dahulu. Sistem ini semakin memudahkan Anda karena akan menghemat banyak waktu sehingga Anda bisa terhindar dari antrean.

GO, DRESS UP!
Kesan pertama akan selalu tercipta lewat penampilan. Itu sebabnya, jangan sampai Anda datang dengan penampilan seadanya. Tampil Dress up layaknya Anda sedang melamar pekerjaan atau menghadapi interview. Tidak perlu dandan atau berpenampilan yang berlebihan, cukup kenakan pakaian rapi dan formal seperti celana bahan, kemeja dan sepatu tertutup. paling tidak, penampilan ini menunjukkan bahwa Anda bersungguh-sungguh untuk melamar pekerjaan.

JAGA KONDISI
Cukup istirahat menjadi modal penting bagi Anda sebelum mengunjungi jobfair. Jangan lupa makan dahulu agar Anda berenergi, karena gula darah yang rendah akan membuat Anda kehilangan konsentrasi. Kondisi badan yang fit sangat menunjang sehingga Anda lancar mengikuti setiap tahapan test.

SIAP WALKING INTERVIEW
Sebelum mengunjungi jobfair, tidak ada salahnya mempersiapkan diri untuk latihan wawancara. Dengan begitu, jika diminta langsung wawancara Anda bisa tampil percaya diri dan meyakinkan. Siapkan pula kalimat untuk memperkenalkan diri secara singkat, menunjukkan kelebihan dan kekurangan Anda. Jangan lupa untuk memepelajari terlebih dahulu mengenai seluk beluk perusahaan dan jenis pekerjaan yang Anda incar. Ini akan membantu Anda untuk menjawab pertanyaan mengapa Anda tertarik untuk bekerja di perusahaan tersebut. Dengan begitu Anda akan dinilai memiliki kesungguhan untuk bergabung dengan perusahaan. Bersiaplah, dan jadilah salah satu kandidat yang akan diperebutkan. Good Luck! (Rhm)

Berburu Peluang Emas di Jobfair



Sudah lulus tapi masih bingung cari kerja dimana. Ayo jangan hanya diam. Mari berburu pekerjaan di jobfair. Selain peluangnya banyak, bursa kerja juga bisa menjadi ajang menarik untuk memperluas relasi dan mengupdate perkembangan terbaru di bidang Anda, lho!

Saat ini banyak perusahaan yang sudah memanfaatkan jobfair atau bursa kerja sebagai ajang favorit untuk merekrut karyawan baru, terutama untuk kriteria entry dan middle level. Di tengah berjubelnya  informasi lowongan kerja baru saat ini, umumnya tempat ini juga menjadi pilihan populer bagi kalangan tenaga kerja fresh graduate, mahasiswa ataupun profesional untuk berburu peluang kerja. Jadi jangan kaget jika setiap jobfair akan selalu penuh sesak. Nah, agar jerih payah kita berjejealan di tengah bursa kerja tidak sia-sia, mari persiapkan segala keperluan untuk rebut peluang emas di jobfair. Berikut ini tiga hal utama yang harus Anda perhatikan sebelum mengunjungi jobfair.

KENALI JENIS JOBFAIR-NYA
Hal pertama yang harus kita cermati adalah mengenali lebih jauh tentang jobfair yang akan kita kunjungi. Terutama informasi mengenai lowongan dan jenis pekerjaan apa saja yang akan kita temui disana. Karena terkadang tidak semua jenis jobfair menawarkan semua jenis pekerjaan. Misalnya, ada beberapa universitas yang menyelenggarakan jobfair khusus  untuk kalangan atau alumni universitas tersebut.  Beberapa jobfair juga terkadang khusus diselenggarakan untuk mengakomodasi kebutuhan karyawan di bidang tertentu saja. Jadi pastikan terlebih dahulu jenis lowongan apa saja yang ditawarkan sehingga kunjungan Anda akan lebih efektif dan Anda tidak akan salah tujuan.

JANGAN HANYA WINDOW SHOPPING
Beberapa bursa kerja biasanya tidak dapat diakses secara gratis, artinya Anda harus mengeluarkan uang untuk dapat masuk ke dalamnya. Jadi jangan sampai Anda datang berjejalan, membuang waktu, tenaga, dan uang hanya untuk jalan-jalan dan melihat-lihat seperti di pameran. Jangan datang ke jobfair dengan minat “peruntungan”, dengan pikiran siapa tahu ada pekerjaan yang cocok, tanpa ada sasaran. Datanglah ke jobfair dengan persiapan serius layaknya Anda sedang mencari kerja. Ingat, ajang ini selalu penuh sesak dengan pengunjung dan persaingannya sangat ketat. Jadi, manfaatkan ajang jobfair dengan sebaik-baiknya, ya!

KETAHUI INFORMASI RINCI
Akan lebih memudahkan Anda jika Anda mencari tahu denah bursa kerja atau letak booth perusahaan-perusahaan yang Anda incar. Ingat, terkadang jobfair  diselenggarakan di gedung yang luas dan diikuti banyak perusahaan. Jika tidak memanfaatkan denah, mungkin Anda akan bingung dan kesulitan dalam mencari informasi pekerjaan yang Anda incar. Dengan bantuan denah, maka kita tidak perlu buang-buang waktu untuk sibuk berkeliling mencari booth perusahaan yang kita inginkan. Selain efisien, juga berguna untuk menghemat tenaga kita, kan? Satu lagi yang terpenting, jangan lupa cari tahu berkas-berkas yang harus dipersiapkan sesuai lowongan  pekerjaan yang kita incar. Selamat berburu ya, semoga sukses! (Rhm)

Thursday, April 21, 2011

The Kartini's Day-Midnite Devil

Saya tidak akan bercerita tentang apa itu malam. Karena saya tidak suka malam. Saya selalu takut ketika malam. Takut keluar kamar mandi. Takut sepi. Takut Gelap. Apalagi kalo sudah tidur, saya paling takut kalau tidak dibangunkan lagi (Oh, please JANGAN.)
Pun terlebih lagi, dalam setiap malam pikiran saya selalu menerawang. Jauh. Macam-macam. dan terkadang membuat saya makin takut, atau kadang justru bersemangat. Setidaknya Malam ini saya awali dengan sebuah resolusi. Saya berhasil melawan nafsu birahi saya untuk main, pacaran, nonton Gossip Girl, ngegame, or another devils yang biasanya sulit saya tolak. Saya senang. Sangat senang dan bersyukur (meski tadi saya lupa melakukannya, karena saya memulai malam ini dengan mood luar biasa untuk mencumbu skripsi lagi. Malam tadi, sebelum semuanya berubah, saya sangat bersemangat untuk bercinta dengannya. Dan saya telah benar-benar melakukannya (kali ini bukan pencitraan seperti yang sering saya bualkan di twitter, ngehehehe). Setidaknya saya dengan sangat bersemangat berhasil mengayunkan tangan untuk nyalain laptop, buka Ms. Word, dan mulai MENULIS ----> diBOLD  karena bagian ini yang paling susyaah direalisasikan.

Meski hanya bertambah tiga paragraf yang tidak begitu berarti. Yo ben. Saya anggap ini pencapaian luar biasa setelah rentetan kemalasan yang telah menjuntai selama tiga minggu lebih! (What Tje Fuk! saya baru bener2 sadar ternyata saya vakum dari skripsi selama tiga minggu lebih. TIGA MINGGU BOK! ini sama dengan SATU BULAN dikurangi seminggu. Oh maafkan saya Ibu, Tuhan, dan diri saya sendiri. Kasian.)

Oke, ditengah tiga paragraf yang berhasil ditorehkan, lagi-lagi malam menggoda saya untuk bermain-main dengan pikiran. Dan lagi-lagi setan-setan selalu bergentayangan di malam hari. Setan bernama Twitter, facebook, juga blog ini. Tangan saya tergoda untuk tweeting, facebooking. BIARIN. Tweetting, facebooking, blogging are not NOTHING. Justru bagi saya ini adalah SOMETHING. Saya butuh, dan yang paling penting saya SENANG.

Well, bukan soc-med poin-nya. Tapi apa yang saya temukan ditengah napsu birahi berskripsi saya. Facebook (atau Tuhan?) menunjukkan saya sebuah  fakta. Fakta yang terkait dengan masa lalu yang otomatis tidak romantis telah membuat saya galau. It must be about, my 4 years exboy. Stop. Don’t say his name. Si “don’t say his name” ini muncul dengan eloknya, dengan menggandeng sebuah wajah baru. Tidak kukenal. sedikit cantik, tapi sedikit mirip Lonthe yg dipungut dr pinggir jalan. I DON’T REALLY CARE!! And I didn’t need those jealousy.

Sudahlah. It was another devil. yang siap merusak masa depan yang tengah saya rangkai dari skripsi-ing malam mini.

IT WAS NOTHING!! Ini dari dalam hati ataukah sekedar sumpah serapah untuk lari dan meneguhkan kecemburuan saya? Toh saya tidak sanggup melawan setan ini. Saya dengan bodohnya menjadi stalker. Mengoreknya. Mengumpat sendiri. Menggalaukan diri sendiri. Dan yang paling menyebalkan, merusak mood skripsy-ing saya sendiri.

Ohh..YOU WERE FOOL, Rahma!!! What I was looking for? I’ve my own. I LOVE HIM. I LOVE HIM. Anything for you, abang.

Tebak saja, malam ini pun berakhir tidak menyenangkan, penuh ketakutan, kegalauan, dan kegagalan. Apakah seperti ini wanita? Begitu mudahnya jatuh, lari, berbohong, bahkan kalah oleh diri sendiri. TIDAK. Saya tidak mau menjadi wanita yang takut. Yang tidak bisa melawan dirinya sendiri. Yang hanya berujar namun minim realisasi. Karena hari ini Hari Kartini. Maka saya yakin, masih ada waktu setelah gelap. Malam ini saya gagal, tapi esok pasti akan terbit terang, jika saya MAU. Selamat Kartini-an!

Saturday, April 9, 2011

Membangun Brand Equity dari dimensi Brand Awareness dan Brand Loyalty



Ungkapan bahwa seburuk apapun produk yang kita jual, semahal apapun harganya, namun jika didukung dengan pengembangan brand awareness yang bagus maka merek kita akan tetap mampu bertahan di pasar tampaknya telah banyak terbukti. Hukum ini diyakini benar berlaku sehingga banyak perusahaan yang menghabiskan begitu banyak budget iklan untuk meningkatkan brand awareness mereknya.
Brand awareness sebagai salah satu dimensi penting pembentuk ekuitas merek, jika diterjemahkan secara harfiah adalah “sadar merek”. Artinya, brand awareness merupakan aspek yang menunjukkan sejauh mana sebuah merek diingat dalam memori konsumen yang direfleksikan dari kemampuan konsumen untuk mengingat merek-merek tertentu dan mengidentifikasikan merek tersebut ke dalam kategori produk tertentu.
Kekuatan brand awerenass sebuah merk dapat dilihat dari dua tipe, yaitu brand recall dan brand recognition. Brand recall dapat dilihat dari kemampuan konsumen untuk menyebut merek ketika disebutkan kategori produk tertentu. Misalnya ketika disebutkan kategori motor, maka yang ada di benak konsumen pertama kali adalah Honda, atau ketika disebutkan kategori pasta gigi maka yang disebutkan pertama kali adalah merek Pepsodent. Merek Honda dan merek Pepsodent hampir selalu menjadi merek di urutan pertama yang diingat konsumen dalam kategori produk motor maupun pasta gigi. Artinya kedua merek tersebut telah menempati top of mind di benak konsumen. Konsumen telah mengingat di luar kepala dan sangat mengenali Pepsodent sebagai merek pasta gigi dan Honda sebagai merek sepeda motor.
 Sedangkan brand recognition merupakan tahapan dimana merek mampu diingat oleh konsumen setelah merek tersebut disebutkan oleh orang lain. Misalnya setelah orang lain menyebutkan merek Smile Up, konsumen baru dapat mengingat bahwa merek Smile Up merupakan salah satu merek pasta gigi. Begitu juga ketika orang lain menyebutkan merek Kawasaki Blitz R maka konsumen baru ingat bahwa ada motor yang bermerek Kawasaki Blitz R.
Tingginya brand awareness suatu merek bahkan membuat merek tersebut menjadi satu-satunya yang diingat  dan digunakan konsumen dalam menyebutkan kategori produk tertentu. Misalnya, konsumen menyebut produk pembalut wanita dengan sebutan Softex, menyebut produk air minum dalam kemasan dengan sebutan Aqua, atau menyebut produk pasta gigi dengan sebutan Odol. Ini artinya merek-merek seperti Aqua, odol dan Softex memiliki nilai brand awareness yang sangat tinggi.
Tingkat brand awareness yang sangat tinggi tentu menjadi aspek yang sangat penting bagi kelangsungan sebuah merek. Karena tingkat brand awareness ini menjadi factor yang mempengaruhi konsumen dalam tahap pembelian. Memori akan merek tertentu akan menjadi referensi bagi konsumen dalam mempengaruhi pembuatan keputusan pada tahap pembelian. Merek Viva yang merupakan merek lawas ternyata memiliki nilai penjualan lebih tinggi pada kategori lipstick dibandingkan merek Revlon pada tahun 2008[1]. Padahal kenyataannya dari segi kualitas produk, merek Viva berada di bawah merek Revlon. Namun tampaknya brand awareness merek Viva lebih tinggi sehingga Viva menempati urutan pertama di benak konsumen ketika sedang menentukan keputusan pembelian produk kosmetik. Dari fakta ini, tampaknya hukum brand awareness di awal tulisan ini benar-benar terbukti.
Selain brand awareness, dimensi lain yang membentuk nilai ekuitas merek adalah brand loyalty. Brand loyalty dapat diartikan sebagai ukuran untuk memperlihatkan tingkat kesetiaan konsumen terhadap merek sehingga merek lain tidak dipertimbangkan yang ditunjukkan  dengan pengulangan pembelian oleh konsumen. Brand loyalty merupakan nilai merek yang bersifat intangible dan menetap di benak konsumen, berisi kumpulann persepsi positif mengenai merek. Setiap konsumen memiliki persepsi yang berbeda mengenai suatu merek, sehingga tingkat kesetiaan setiap konsumen pada merek tertentu pun berbeda-beda. Oleh karena itu nilai loyalitas ini sangat tergantung pada kepuasan/ketidakpuasan konsumen terhadap merek.
Konsumen yang memiliki tingkat loyalitas lebih tinggi pada umumnya akan memiliki tingkat kepuasan terhadap merek yang tinggi. Namun hubungan ini tidak berlaku sebaliknya, konsumen yang memiliki kepuasan tinggi terhadap merek belum tentu loyal terhadap merek tersebut. Misalnya seseorang memiliki persepsi positif terhadap merek sepatu sneaker KZoot, tetapi orang tersebut selalu memilih merek Converse dalam setiap pembelian sepatu. Artinya, orang tersebut adalah commited buyer yang memiliki loyalitas tinggi terhadap merek Converse. Sehingga meskipun dengan kualitas sama namun dari segi harga Converse jauh lebih mahal, namun pelanggan setia akan tetap memilih Converse karena mereka merasa memiliki nilai tambah seperti kebanggaan dan mampu mengekspresikan siapa dirinya. Oleh karena itu, brand loyalty dapat menyentuh konsumen pada aspek emosional. Brand loyalty tidak dapat dibangun semata-mata dengan mengandalkan iklan atau menambah kelebihan produk, namun harus dengan menciptakan total experience kepada konsumen sasarannya.
Pada akhirnya, nilai brand loyalty ini juga mempengaruhi konsumen dalam tahap pengambilan keputusan pembelian, yang ditunjukkan dengan konsumen yang membeli berulang kali merek tersebut, meski telah muncul merek-merek dalam kategori produk sejenis yang lebih unggul.


Referensi

No name. 2009. Merek-merek di Puncak Ekuitas. Terarsip di
                                                                                         


[1] dalam No name. 2009. Merek-merek di Puncak Ekuitas. Terarsip di http://swa.co.id/2009/07/merek-merek-di-puncak-ekuitas/. Diakses pada 27 April 2010.